Benturan kepentingan antar negara-negara di kawasan manapun berpotensi menyebabkan konflik dan bisa menciptakan instabilitas baik secara global maupun regional, konflik kepentingan yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik, sosial apabila tidak di manage dengan baik, bisa berujung terjadinya konflik secara langsung yang melibatkan kekuatan militer antar negara-negara tertentu yang merasa national interest mereka terusik.

Demikian halnya dengan perkembangan konflik klaim wilayah teritori di laut China selatan yang melibatkan 6 (enam) negara, 4 (empat) negara anggota ASEAN (Malaysia, Philipina, Vietnam, Brunei) dengan China dan Taiwan, menurut argumennya masing–masing bahwa sebagian wilayah laut China selatan adalah wilayah kedaulatannya, bagi Indonesia meskipun tidak termasuk Claimant state tapi ada bagian dari pulau Natuna apabila China memaksakan klaim teritori akan masuk wilayah China, maka konflik di Laut China Selatan akan melibatkan Indonesia juga.

MENGAPA LAUT CHINA SELATAN SANGAT PENTING

Sebuah kawasan atau negara dibelahan bumi ini akan menjadi primadona bagi kawasan atau negara lain manakala kawasan atau Negara tersebut mempunyai aspek strategis yang bisa mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap kepentingan kawasan dan negara tertentu. Demikian halnya dengan kasus Laut China Selatan, ada dua aspek yang membuat Laut China Selatan menjadi penting bagi Negara manapun sbb:

1.    Letak Strategis.
Secara Geografi  Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh negara pantai (RRC dan Taiwan, Vietnam, Kamboja,Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina).

Luas perairan Laut Cina Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin yang dibatasi Vietnam dan RRC. Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis yang sangat penting, kondisi geografis posisinya yang strategis sebagai jalur pelayaran perdagangan (SLOT) dan jalur komunikasi internasional (SLOC) yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal ini telah merubah jalur laut China selatan menjadi rute tersibuk di dunia, karena lebih dari setengah perdagangan dunia berlayar melewati Laut Cina Selatan setiap tahun.

Tentang data perdagangan 3 Negara raksasa ekonomi: India, Amerika Serikat dan Jepang). Diperkirakan lebih dari setengah dari jumlah kapal kapal super tanker dunia melewati jalur laut ini.

2.    Potensi ekonomi dan pentingnya geopolitik.
Kandungan kekayaan Alam yang ada di  kawasan Laut Cina Selatan telah menyebabkan terjadinya konflik klaim wilayah antara China dan sebagian negara– negara anggota ASEAN yang berada wilayah Laut Cina Selatan. Menurut data Kementrian Geologi dan Sumber Daya Mineral Daya Republik Rakyat Cina (RRC) memperkirakan bahwa wilayah Spratly mempunyai cadangan minyak dan gas alam 17,7 miliar ton (1. 60 × 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait negara yang menempati ranking ke 4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia saat ini dengan jumlah 13 miliar ton (1,17 × 1010 kg).

Sementara kandungan gas alam di Laut Cina Selatan mungkin merupakan sumber hidrokarbon yang paling melimpah. Sebagian besar hidrokarbon kawasan Laut Cina Selatan dieksplorasi oleh Brunei, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Perkiraan menurut United States Geological Survey dan sumber lain-lain menunjukkan bahwa sekitar 60% -70% dari hidrokarbon di Laut Cina Selatan adalah gas sementara itu, penggunaan gas alam di wilayah ini diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5% per tahun selama dua dekade mendatang, diperkirakan bisa mencapai sebanyak 20 triliun kaki kubik (Tcf ) per tahun lebih cepat daripada bahan bakar lainnya.

Potensi kandungan cadangan minyak dan gas di Laut Cina Selatan ini juga telah memicu semakin intensifnya situasi klaim teritorial dari negara-negara yang terlibat. adalah sumber daya alam yang sudah di ekplorasi Claimant states dan non Claimant States di LCS)

Kedua faktor penting yang diuraikan diatas adalah alasan rasional yang menyebabkan wilayah Laut Cina Selatan menjadi sengketa antara 4 (empat) negara ASEAN (Vietnam, Philipina, Malaysia dan Brunei) dengan Cina dan Taiwan, penyelesaian permanen masalah Laut Cina Selatan berdasarkan hukum internasional dan harus disepakati oleh semua pihak yang bertikai adalah solusi terbaik agar tidak menimbulkan potensi konflik militer.

Namun harus diakui bahwa sengketa Laut Cina Selatan adalah persoalan yang tidak mudah serta membutuhkan waktu yang panjang, bagi Indonesia meskipun tidak termasuk Claimant State tetapi juga punya kepentingan di Laut Cina Selatan, karena konflik klaim wilayah secara tidak langsung dengan China telah terjadi sekarang, menyangkut wilayah NKRI yakni Pulau Natuna, Khususnya Natuna Blok A.

Negara yang teribat sengketa Laut China Selatan dan Persepsi masing-masing Claimant States tentang legalitas kepemilikan Wilayah Laut China Selatan. 

Pihak yang bertikai mempunyai argument argument masing-masing untuk melegetimasi klaim kepemilikan wilayah yang disengketakan menurut versinya masing-masing seperti dibawah ini sbb:

1) China.

- China beranggapan bahwa Laut Cina Selatan merupakan wilayah kedaulatannya, China berpedoman pada latar belakang sejarah China kuno tentang peta wilayah kedaulatan China. Menurut China Pulau, pulau dan wilayah Laut Cina Selatan ditemukan oleh pendahulu China yakni Dinasti Han sejak 2 abad sebelum Masehi yang pada abad 12 sebelum Masehi oleh Dinasti Yuan pulau pulau dan wilayah laut di LCS di masukkan kedalam peta teritori China kemudian diperkuat dengan Dinasti Ming dan Dinasti Qing pada abad ke 13 sebelum masehi.

Pada awal ke-19 dan abad ke 20 Cina mengemukakan bahwa kepulauan Spratly jaraknya kurang lebih 1. 100 km dari pelabuhan Yu Lin (P. Hainan) sebagai bagian dari kepulauan Nansha dan Kepulauan Paracel yang terletak di sebelah utara Kepulauan Spratly, jaraknya kurang lebih 277,8 km dari Pulau Hainan sebagai bagian dari Kepulauan Xisha bagian dari provinsi Hainan.

Pada tahun 1947 China memproduksi peta Laut Cina Selatan dengan 9 garis putus-putus dan membentuk huruf U, serta menyatakan semua wilayah yang ada di dalam di garis merah terputus putus itu adalah wilayah teritori China. Sejak tahun 1976 Cina telah menduduki beberapa pulau di Kepulauan Paracel dan pada tahun 1992 hukum Cina menegaskan kembali klaim tersebut.

2) Taiwan.

-Meskipun Taiwan masih dianggap bagian utuh dari Cina, tapi Taiwan pun sama mengklaim kepemilikan di wilayah LCS, klaim oleh Taiwan juga tidak ada argumen hukum yang jelas, saat ini Taiwan menguasai Pulau Aba [Taiping Dao], satu-satunya pulau terbesar di antara pulau-pulau di kepulauan Spratlys.

3) Vietnam.

-Klaim Vietnam didasarkan pada latar belakang sejarah ketika Perancis tahun 1930-an masih menjajah Vietnam saat itu kepulauan Spratly dan Paracel dibawah kontrol Perancis. Setelah merdeka dari Perancis Vietnam mengklaim kedua pulau tsb, serta memakai argumen dasar landas kontinen. Vietnam mengklaim kepulauan Spratly sebagai daerah lepas pantai provinsi Khanh Hoa. Klaim Vietnam mencakup area yang cukup luas di Laut Cina Selatan dan Vietnam telah menduduki sebagian Kepulauan Spratly serta Kepulauan Paracel sebagai wilayahnya.

4) Philipina.

-Philipina mengklaim Spratly berdasarkan pada prinsip landas kontinen serta eksplorasi Spratly oleh seorang penjelajah Filipina pada tahun 1956, menurut data penjelajah Philipina bahwa pulau-pulau yang diklaim adalah: 1) bukan bagian dari Kepulauan Spratly, dan 2) tidak milik oleh negara manapun serta terbuka untuk diklaim. Tahun 1971, Philipina secara resmi menyatakan 8 pulau di Spratly sebagai bagian dari provinsi Palawan. Ada 8 pulau yang klaim dan dikuasai Philipina di Spratly, luas total lahan pulau-pulau ini adalah 790. 000 meter persegi.

5) Malaysia.

-Klaim Malaysia berdasarkan atas sebagian wilayah di Spratly didasarkan pada prinsip landas kontinen, berkaitan dengan hal itu Malaysia telah membuat batas yang diklaimnya dengan koordinat yang jelas. Malaysia telah menempati tiga pulau yang dianggap berada dalam landas kontinennya. Malaysia telah mencoba untuk membangun garis antar pulau dengan mengunakan pasir dan tanah.

6) Brunei.

-Brunei Tidak mengklaim pulau-pulau, tetapi mengklaim bagian dari Laut Cina Selatan terdekat sebagai bagian dari landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pada tahun 1984, Brunei mengumumkan ZEE yang meliputi Louisa Reef di Kepulauan Spratly.

Non Claimant State

1) Indonesia.

-Indonesia tidak termasuk claimant states wilayah Laut Cina Selatan khususnya Kepulauan Spratly. Namun, klaim Cina dan Taiwan di Laut Cina Selatan dengan 9 garis terputus dan bentuk huruf "U" mencakup kepada landas kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, ZEE secara otomatis mencakup ladang gas Indonesiayang di pulau Natuna.

Pijakan hukum resmi Claimant States terhadap Laut Cina Selatan khususnya 4 anggota ASEAN (Vietnam, Malaysia, Philipina dan Brunei termasuk Indonesia juga meskipun statusnya Non Claimant State) mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS (United Nation Convention Law Of The Sea) yang ditandatangani oleh 119 negara di Teluk Montego Jamaika tanggal 10 Desember 1982. Konvensi ini ditujukan untuk memperjelas ketentuan batas laut suatu negara.

UNCLOS 1982 merupakan Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang memuat upaya paling komprehensif PBB untuk menciptakan sebuah peraturan terpadu untuk tata kelola hak-hak negara di dunia terhadap lautan. Perjanjian itu membahas sejumlah topik, termasuk hak navigasi, hak-hak ekonomi, pencemaran laut, konservasi kehidupan laut, eksplorasi ilmiah, pembajakan, dan banyak lagi. Dengan diberlakukannya UNCLOS PBB, berharap sengketa perbatasan setiap Negara yang mempunyai wilayah laut bisa diselesaikan.

Konvensi PBB tentang Hukum laut (UNCLOS) yang ratifikasi oleh negara anggota PBB tahun 1982 memberikan pengaruh terhadap sengketa wilayah oleh Claimant States dan Non Claimant Statedi LCS, bagian penting dari UNCLOS ini adalah memberikan hak kepada setiap Negara untuk menjadikan lautan dengan radius 200 mil dari daratan sebagai EEZ (Exclusive Economic Zone).

EEZ merupakan lautan yang diberikan hak aktor Negara untuk dieksploitasi dan digunakan kepentingan perekonomian secara domestik Negara. Wilayah lautan diluar dari wilayah EEZ ini akan dianggap sebagai International Waters (Perairan Internasional) yang tidak boleh dieksploitasi oleh Negara. Vietnam, Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia dan AS merupakan beberapa Negara yang terus menerus memaksa agar China mentaati resolusi yang berdasarkan pada UNCLOS yang disebutkan diatas. Bagi China ratifikasi ini merugikan karena wilayah teritori yang klaim China berupa titik merah yang membentuk hurup U bertentangan dengan prinsip Konvensi PBB tentang Hukum laut (UNCLOS 1982).

Lihat peta klaim wilayah di Laut Cina Selatan masing-masing Negara di LCS.  

Peta Konflik Laut Cina Selatan 

PROSPEK MANAJEMEN PENYELESAIAN KONFLIK.

Ada beberapa kemungkinan solusi sengketa Laut Cina Selatan sbb:

1. Penggunaan kekuatan Militer.

China vs Claimant states di LCS. Secara matematis kekuatan militer China jauh diatas baik dari aspek kwantitas dan kwalitas dibandingkan dengan 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State) meskipun anggaran pertahanan dan kekuatan militer mereka di gabung, tetap masih terjadi ketidak seimbangan kekuatan, ini bisa lihat dari besarnya jumlah anggaran pertahanan, man power dan kondisi alut sista China terkini vs gabungan anggaran pertahanan dan kekuatan militer 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State).

Apabila China menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan kehendaknya penguasaan sebagian besar wilayah LCS, maka tidak mustahil akan terjadi konflik militer yang akan melibatkan Amerika Serikat sebagai salah satu negara Super power yang mempunyai kepentingan strategis secara Ekonomi, Politik dan Militer di kawasan LCS. Begitu pentingnya kawasan Laut Cina Selatan bagi Amerika Serikat, sehingga kebijakan A. S mengenai Laut Cina Selatan dituangkan di buku strategi pertahanan Amerika Serikat 2012 hal 2, yang menyatakan

“while the U. S. military will continue to contribute to security globally, we will of necessity rebalance toward the Asia-Pacific region. Our relationships with Asian allies and key partners are critical to the future stability and growth of the region. The maintenance of peace, stability, the free flow of commerce, and of U. S. influence in this dynamic region will depend in part on an underlying balance of military capability and presence. Over the long term, China.’s emergence as a regional power will have the potential to affect the U. S.economy and our security in a variety of ways”,

artinya sbb: Militer AS akan terus memberikan kontribusi terhadap keamanan global, tetap menyeimbangkan kepentingan terhadap kawasan Asia-Pasifik.  Hubungan dengan sekutu dan mitra kunci di Asia sangat penting bagi stabilitas masa depan serta pertumbuhan kawasan. Terciptanya perdamaian, stabilitas, jalur bebas perdagangan, serta pengaruh AS di kawasan yang dinamis akan tergantung pada keseimbangan yang mendasari kemampuan militer dan kehadiran. Munculnya China sebagai kekuatan regional dalam jangka panjang akan memiliki potensi yang mempengaruhi perekonomian dan keamanan AS dalam berbagai aspek.

Dari tulisan yang termuat di dalam buku terungkap bahwa bagi Amerika Serikat China merupakan ancaman jangka panjang di Asia yang perlu diperhitungkan.

Bagi China penyelesaian kasus Laut Cina Selatan saat ini kemungkinan berpedoman pada salah satu Prinsip teori perang Sun Tzu seorang Jenderal ahli strategis China yang hidup pada akhir abad ke 7 sebelum masehi yang terkenal sebagai pengarang buku The Art of War dimana dalam salah satu teorinya tentang offensive strategi mengungkapkan bahwa “Know the enemy and know your self: In hundreds battles you will never be in peril” , artinya ketahuilah musuhmu dan ketahuilah dirimu: Dalam ratusan pertempuran kau tidak akan pernah kalah.

Oleh karena untuk masalah Laut Cina Selatan, China tidak akan menggunakan kekuatan militernya karena kemungkinan China sudah mempertimbangkan untung dan ruginya, China sangat faham betul apabila dipaksakan penyelesaian secara militer akan kalah serta membuat posisi China semakin terpojok.

2. Penyelesaian secara Hukum dan upaya Politik serta Diplomatik melalui ASEAN frame work.

Langkah ini merupakan cara yang paling tepat saat ini untuk sengketa di LCS, karena semangat kerja sama dan prinsip ASEAN untuk sengketa LCS ialah tidak menjadikan aksi saling mengklaim itu sebagai ajang rivalitas dan saling menghantam antar beberapa kekuatan, namun harus dicarikan solusi damai yang mengikat bagi semua pihak.

DAMPAK SENGKETA LAUT CHINA SELATAN BAGI KETAHANAN NASIONAL INDONESIA.

Bagi Indonesia meskipun sengketa Laut Cina Selatan berstatus Non Claimant States, namun apabila tidak ada solusi yang tepat baik jangka pendek, maupun jangka panjang akan berdampak terhadap ketahanan nasional. Karena apabila kita telaah hakekat Ketahanan Nasional adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan guna menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam perjuangan mencapai tujuan nasional sebagaimana diamanahkan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh sebab itu, Ketahanan Nasional merupakan  landasan konsepsional berupa pengaturan dan penyelenggaraan keamanan dan kesejahteraan yang meliputi seluruh aspek kehidupan Bangsa dan Negara.

Sengketa wilayah di Laut Cina Selatan bagi Indonesia apabila tidak terselesaikan dengan baik disadari dan tidak disadari bisa mengarah pada sengketa mendalam dengan China, seperti halnya Vietnam dan Philipina yang sudah melibatkan penggunaan kekuatan militer meskipun dalam skala kecil hal yang sama bisa terjadi kepada Indonesia, karena sengketa langsung akan terjadi apabila China memaksakan ingin menguasai wilayah Laut Cina Selatan sesuai yang diklaimnya akan menyangkut salah satu wilayah kedaulatan NKRI yakni kepulauan Natuna, yang secara langsung menyangkut 2 aspek Ketahanan Nasional, yakni Geografi dan Sumber Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya.

Sengketa laut Cina Selatan sebenarnya murni masalah hukum, mengenai batas laut antara beberapa negara ASEAN dengan RRC yang menyangkut beberapa wilayah yang berupa gugusan pulau di wilayah Laut Cina Selatan. Namun penyelesaian lewat hukum sulit untuk di capai dalam waktu singkat sehingga effort ini harus dilakukan terus menerus sebagai upaya permanen jangka panjang.

Sedangkan pendekatan pemecahan permasalahan jangka pendek yang adaptable dengan situasi dilapangan terkini melalui kerangka ASEAN adalah solusi masalah lewat jalur Politik dan Diplomatik, karena komitmen ASEAN untuk Laut Cina Selatan sangat jelas ialah keinginan menghasilkan pedoman yang mengikat negara yang saling mengklaim wilayah di laut Cina Selatan agar semua masalah bisa dikelola dengan baik, tidak memunculkan konflik yang tidak dikehendaki. Karena apabila sengketa ini tidak terselesaikan dengan baik akan berdampak pada ketahanan regional yang bisa mempengaruhi ketahanan Nasional Indonesia.

Celoteh Kang Tamboen: Perdamain itu indah, namun ketika National Interest terusik maka untuk menuju perdamaian akan membutuhkan harga yang mahal dan proses yang panjang. Kita sebagai masyarakat internasional tentu berharap semua konflik/benturan kepentingan yang ada di dunia ini dapat teratasi untuk menuju perdamaian dan ketertiban dunia yang abadi. Sedangkan sebagai rakyat Indonesia, kita juga berharap semoga konflik Laut Cina Selatan khususnya dapat diatasi dengan baik, sehingga tidak mengganggu national interest Negara kita. 

Sumber:  - Konflik dan Solusi Laut China Selatan dan dampaknya bagi ketahanan Nasional  - MAJALAH TANNAS Edisi 94 – 2012, hal 33-41
                Oleh Kolonel Karmin Suharna, SIP. , MA 
               -  Peta Konflik Laut Cina Selatan