Periodesasi Sejarah Indonesia (Awal Kemerdekaan hingga Presiden Joko Widodo)

Periodisasi Sejarah Indonesia (Awal Kemerdekaan hingga Presiden Joko Widodo)


A. Proklamasi kemerdekaan

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan, maka pada 17 Agustus 1945 Soekarno membacakan "Proklamasi". Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.

Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. 

Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

B. Masa Pemerintahan Presiden Soekarno

Masa pmerintahan Soekarno atau yang disebut sebagai Orde Lama. Pada masa ini sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem presidensial. Era ini berlangsung dari tahun 1945-1966 dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Pada sistem Prsidensial hubungan kekuasaan antara presiden dan legislatif adalah hubungan yang saling kontrol atau checks and balances. 

Perubaham sistem presidensial Pada masa Orde Lama, sistem pemerintahan beberapa kali berganti. Mulai dari presidental, parlementar, demokrasi liberal hingga demokrasi terpimpin. 

1. Sistem parlementer 

Perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer terjadi pada tahun 1945-1950. Pada sistem ini presiden memiliki fungsi ganda, yakni sebagai badan eksekutif merangkap badan legislatif. Masa itu juga terjadi adanya ketidakstabilan, tapi di sisi lain menggambarkan kedewasaan berpolitik. 

2. Sistem liberal 

Pada era Orde Lama juga menjalankan sistem pemerintahan liberal. Ini berlangsung pada tahun 1950-1959. Baca juga: Ketua MUI: Khilafah Bertentangan dengan Sistem Pemerintahan Kita Pada masa itu politik dan perekonomian menggunakan prinsip liberal. Ini terlihat dari presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat. Kemudian menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah. Presiden berhak membubarkan DPR. Pada 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, presiden memerintahkan menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). 

3. Sistem demokrasi terpimpin 

Sistem demokrasi terpimpin ini berlangsung pada tahun 1959-1968. Sistem ini pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan Sidang Konstituante 10 November 1956. Pada masa demokrasi terpimpin ini banyak terjadi penyimpangan yang menimbulkan beberapa peristiwa besar di Indonesia. Penyimpangan itu seperti, presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955, serta MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Selain itu, adanya peristiwa G30S/PKI dan munculnya tiga tuntutan rakyat (Tritura). Tritura berisi pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI dan penurunan harga barang-barang./kompas/

Perang kemerdekaan (Agresi Militer Belanda)

Pada masa awal kemerdekaan atau masa awal pemerintahan Presiden Soekarno, di indonesia terjadi Agresi Militer Belanda dari tahun 1945 hingga 1949. 

Agresi ini merupakan usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. 

Pada 27 Desember 1949, setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PB

D. Pemerintahan Presiden Soeharto

Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. 

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. 

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. 

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan pemerintah, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. 

Krisis ekonomi

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. 

Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

E. Pemerintahan Presiden Habibie

Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada masa ini pula, diadakan jajak pendapat di Timor Timur. Hasilnya, Timor Timur memilih lepas dari Indonesia dan menjadi negara merdeka.

F. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara.

Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. 

Abdurrahman Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. 

Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. 

Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.

G. Pemerintahan Presiden Megawati

Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Abdurrahman Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. 

Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. 

Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian. Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.

H. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada 2004 pemilu pertama dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung diselenggarakan di Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla tampil sebagai presiden dan wakil presiden baru Indonesia. 

Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra. Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh. 

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berlangsung selama dua periode. Periode kedua 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Budiono sebagai wakil presiden.

I. Pemerintahan Presiden Joko Widodo

Pada tahun 2014 Indonesia memiliki presiden baru, yaitu Joko Widodo bersama Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, maupun rel kereta api. 

Pembangunan infrastrukur yang masif bertujuan untuk mempermudah akses antar daerah dan mempermudah jalur distribusi barang maupun jasa. Pemerintah juga melakukan kebijakan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Salah satu kebijakan tersebut adalah program BBM satu harga untuk daerah Papua, di pulau-pulau terdepan, maupun di kawasan perbatasan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo berlangsung selama dua periode. Periode kedua Presiden Joko Widodo didampingi Ma’auf Amin sebagai wakil presiden.