nilai luhur, makna dan filosofi tembang dolanan, gambar kendang jawa
Dalam adat budaya Jawa, kita cukup mengenal adanya tembang dolanan

Tembang atau lagu dolanan merupakan hasil budaya yang lahir dari kearifan lokal suatu tempat.

Tembang dolanan selain dinyanyikan sebagai media seni hiburan, tembang dolanan juga memiliki pitutur atau falsafah yang tinggi serta luhur.

Salah satunya adalah Tembang dolanan berjudul E, Dhayohe Teka (E, Tamunya Datang)

Meskipun belum diketahui secara pasti siapa pengarang sebenarnya lagu tersebut, namun eksistensi tembang tersebut cukup legendaris.

Tembang dolanan E, Dhayuhe Teka dalam bukunya Endraswara berjudul “Mistik Kejawen” disebutkan bahwa tembang E, Dhayuhe Teka pernah digunakan sebagai media dakwah oleh Sunan Kalijaga.

Tokoh legendaris tersebut sering memanfaatkan kesenian Jawa sebagai metode dakwah Islam. Misalkan,jika umumnya kedatangan bulan puasa disambut dengan untaian kata marhaban ya ramadhan, Sunan Kalijaga justru menggunakan lagu dolanan Jawa yang telah popular di kalangan masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Lagu tersebut berjudul E, Dhayohe Teka

    E dhayohe teka e gelarna klasa
    e klasane bedhah,
    e tambalen jadah,
    e jadahe mambu e pakakna asu
    e asune mati e buwangen kali
    e kaline banjir e buwangen pinggir,
    e pinggire lunyu e yo golek sangu,

Lagu tersebut memberikan gambaran terhadap umat Islam bahwa dhayoh identik dengan tamu (bulan Ramadhan) sudah tiba. Untuk itu, umat Islam diharapkan dengan gembira menyambut bulan suci yang penuh barokah ini. Caranya, yaitu (harus) siap nggelar klasa (memasang Tikar) yang suci, hati suci. Saat ini mulailah membersihkan/menjernihkan pikiran, perasaan dan keinginan.

Agar jangan sampai hati kita bedhah (robek) seperti tikar. Kendatipun hati terpaksa robek, harus diusahakan dengan menambal dengan jadah. Maksudnya, jadah adalah makanan berasal dari ketan, karenanya jangan sampai di bulan Ramadhan ini raket (dekat) dengan setan, dekatlah kepada Allah dengan jalan mujahadah dan muhasabah.

Dhayoh dalam pandangan sufisme Jawa,juga berarti bayi lahir. Bayi itu bersih,suci,belum ternoda. Karena itu, penyambutan bulan Ramadhan juga diharapkan seperti halnya orang sedang mendapat anugerah, kelahiran anak gembira dan penuh harapan. 

Jadah: Penganan khas Jawa berupa kue yang terbuat dari ketan putih yang diberi santan, Klasa: Tikar , Dhayoh: Tamu.

Untuk itu, mereka melakukan padusan (ritual simbolik jawa berupa mandi besar dengan mata air yang bersih ), agar suci bersih. Perasaan senang, ridla, ikhlas, selalu menyertai dalam hati.


Celoteh: Saatnya mengenal kembali budaya/kearifan lokal kita sendiri, agar budaya kita menjadi Tuan Rumah di negeri sendiri.


Terima kasih telah berkunjung,
semoga bermanfaat

*gambar © Eky Qushay A